Wednesday 19 February 2014

Kematian Orang yang Dicintai Tingkatkan Risiko Serangan Jantung

Kematian Orang yang Dicintai Tingkatkan Risiko Serangan Jantung

Penelitian baru mendapati bahwa risiko serangan jantung meningkat dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah seseorang mendengar kabar tentang kematian orang yang dicintai.
Peneliti mensurvei hampir 2.000 korban serangan jantung dan bertanya apakah ada orang yang dekat dengan mereka meninggal dalam enam bulan sebelum serangan jantung.
"Kami menemukan bahwa risiko terkena serangan jantung 21 kali lebih tinggi sehari setelah kehilangan orang yang dicintai, dibandingkan waktu yang lain, dan risiko itu tetap tinggi selama hari-hari dan minggu berikutnya," ujar Elizabeth Mostofsky dari Beth Israel Deaconess Medical Center di Boston yang mengepalai penelitian itu.
Ia mengatakan penelitian sebelumnya melihat risiko kematian akibat semua penyebab selama setahun atau lebih setelah kematian pasangan atau anak, belum termasuk keluarga dekat dan teman-teman lainnya, dan timnya berfokus pada data dari hari-hari segera setelah mendapat berita itu.
Menurut Mostofsky, beberapa hal  bisa menjelaskan mengapa perasaan kuat setelah kematian orang yang dicintai bisa memicu serangan jantung.
"Duka menyebabkan perasaan depresi, marah, dan cemas, dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa emosi ini dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung, tekanan darah tinggi, dan penggumpalan darah. Pada gilirannya, semua ini dapat meningkatkan kemungkinan terkena serangan jantung," paparnya.
Mostofsky mengatakan pesan kunci dari penelitian itu adalah bahwa keluarga dan teman yang berduka karena ditinggal orang yang dicintai, terutama yang meninggal dalam beberapa hari terakhir, harus mewaspadai peningkatan risiko serangan jantung.
"Kita harus memastikan bahwa orang yang berduka itu mengurus dirinya sendiri, termasuk meminum obat secara rutin, karena mereka berada pada tingkat kerentanan yang tinggi," ujarnya lagi.
Mostofsky menambahkan bahwa jika orang yang berduka menunjukkan gejala serangan jantung, seharusnya hal itu tidak  dihubungkan hanya dengan masa stres, karena itu mungkin serangan jantung yang sebenarnya.
Makalah penelitian Elizabeth Mostofsky ini diterbitkan dalam jurnal American Heart Association "Circulation."
 
sumber : VOA

No comments: